Sabtu, 17 Juni 2017

POLISI atau SOLUSI

Makanya jangan rakus, olahraga dong jaga makannya!
Makanya jangan mudah percaya dengan orang lain!
Harusnya kamu tidak melakukan hal tercela seperti itu, kamu kan pemimpin!
Dasar kamu memalukan, kamu sadar tidak apa yang sudah kamu lakukan!
Orang macam apa kamu hal seperti itu saja kamu tidak bisa!

Apakah kata-kata di atas terasa familiar bagi kita? Ya itu adalah reaksi kebanyakan kita ketika kita mengetahui seseorang yang kita kenal “jatuh”. Jatuh yang dimaksud bisa saja jatuh sakit, jatuh tertipu orang lain, jatuh karena kesalahan, jatuh dalam dosa, dan jatuh lainnya. Kita terkadang terlalu cepat bereaksi terhadap kejatuhan orang lain, dan merasa kita lebih baik, padahal kita sendiri tidak luput dari kejatuhan. Meskipun terkadang reaksi kita itu kita maksudkan untuk kebaikan orang yang terjatuh tersebut dengan mengatasnamakan nasihat/saran/masukan, tapi pada dasarnya itu bukanlah hal yang dibutuhkan oleh orang-orang yang terjatuh, karena kebanyakan mereka (atau mungkin kita) yang terjatuh sudah tahu kesalahan kita. Orang yang terjatuh tidak membutuhkan tuduhan-tuduhan, saran-saran, kritik-kritik, terguran-teguran pada saat ia sudah terpuruk. Orang yang sudah terpuruk sudah cukup buruk harinya dengan penyesalannya akan kesalahannya, janganlah kita menambahkannya lagi dengan hal-hal sampah yang kita anggap sebagai kebaikan baginya, padahal hanya membuatnya makin terpuruk.

Saya sangat mengerti hal ini karena sering mengalaminya dalam keluarga, dimana saat saya jatuh sakit saya justru diberi tahu “makanya olaharaga, makanya jaga makannya, makanya jangan makan cabe, makanya minum vitamin, makanya makanya makanya dan makanya”. Bukannya membuat saya lebih dengan solusi justru ini membuat saya semakin menyesal dan kesal karena perasaan bersalah. Secara tak langsung saya pun melakukan demikian pada orang-orang terdekat saya saat mereka terjatuh. Tapi saat ini saya selalu berusaha mengingat ini bahwa teguran di awal yang kita anggap untuk membantu itu sebenarnya tidak membantu sama sekali.

Saya semakin mendapat pengertian hal ini ketika salah seorang mentor saya yang menyelamatkan seorang pengusaha yang jatuh terpuruk karena kesalahannya yang bermain nakal dalam bisnisnya. Di saat komunitas rohani di sekitarnya justru bersikap keras  dan mencoba mengucilkannya sebagai maksud konsekuensi disiplin rohani (menurut mereka), tapi mentor ini justru tidak menghakiminya. Ia berusaha merangkulnya dan menguatkannya agar tidak keluar dari komunitas, walaupun tidaklah mudah, bahkan ia mengatakan pada komunitas rohani ini harusnya merangkulnya karena orang yang jatuh terpuruk ini sudah cukup terpuruk dengan kesalahannya dan dia sudah tau kesalahannya. Sampai akhirnya dengan tetap mensupport tanpa menghakimi, orang yang terpuruk ini pelan-pelan bangkit dan terus mendekatkan dirinya kepada Tuhan berkat respon dan tindakan dari mentor ini. Saya tidak terbayang jika tidak ada yang merespon untuk tidak menghakimi dan merangkul, mungkin orang itu akan semakin terpuruk dan jadi jauh dari Tuhan bahkan meninggalkan Tuhan. Dan saya percaya inilah yang Tuhan Yesus ajarkan pada kita untuk mengangkat orang yang jatuh terpuruk.
Ingatkah kita kisah wanita yang tertangkap basah berzinah diseret-seret orang farisi ke hadapan Yesus? Apakah Yesus langsung menghakiminya? Tidak! Wanita itu sudah jelas-jelas tau kesalahannya, untuk apa lagi ia dihakimi oleh Yesus. Bahkan Yesus mengatakan bahwa jika ada yang tidak pernah berdosa boleh melempar batu terlebih dahulu. Nah itulah yang harusnya kita ingat, kita semua pernah berdosa atau bisa terjatuh, jadi bukan bagian kita lagi menghakimi. Harusnya ketika ada yang terjatuh, tugas kita adalah mengangkatnya dari keterpurukan yang dia sudah tahu kesalahannya.

Inilah alasan mengapa seorang hamba Tuhan besar dari Houston, Texas yang bernama Joel Osteen selalu membawakan khotbah mengenai encouragement jemaatnya dalam Firman Tuhan. Dia mengatakan bahwa: “most poeple already know what they’re doing wrong. When I get them to church I want to tell them that you can change” (Kebanyakan orang sudah tahu kesalahan yang mereka lakukan. Ketika saya mendapati mereka di gereja saya ingin mengatakan kepada mereka bahwa engkau dapat berubah).

Jadi perenungan dari saya adalah respon seseorang terhadap seorang yang terjatuh dipengaruhi oleh tingkat kedewasaan rohaninya. Meskipun kebanyakan orang yang dipandang dewasa rohani tidak mempunyai respon yang tepat terhadap orang yang terjatuh. Dari tulisan ini saya mengajak kita untuk meresponi orang yang terjatuh dengan tepat, jangan langsung menhujaninya dengan tuduhan-tuduhan yang berkedok saran/masukan/kritik/nasihat. Sebaiknya saran/masukan/nasihat/kritik itu diberikan saat orang tersebut memintanya, karena saat dia memintanya berarti dia cukup kuat untuk diberitahu dan berarti dia tidak mengerti kesalahannya dan tidak terpuruk. Mari kita tolong orang yang terjatuh dengan menjadi SOLUSI baginya bukan menjadi POLISI baginya. Tapi bagaimana dia sudah ditolong malah tidak berubah, simpel saja itu artinya dia tidak menyadari kesalahannya dan berarti tidak tepat menolong yang demikian, yang saya maksud di atas adalah orang yang sudah sadar kesalahannya dan kita tidak perlu lagi menunujuk-nunjuknya dengan perkataan penghakiman kita yang tidak menolong itu.

Sekarang saat ada yang sakit mari respon kita adalah minimal tidak mencecarnya dengan kata-kata penghakiman untuk lain kali rajin olahraga, jaga makan, dll. Sebaiknya kita menjenguknya dan memberi penghiburan atau setidaknya mendoakannya. 
Sekarang saat ada yang jatuh dalam dosa dan dia sudah sangat menyesal dengan perasaan bersalah, mari kita katakan kepadanya bahwa Tuhan mau mengampuninya dan kita pun mengampuninya dan terus support moralnya.

Sekarang saat ada yang melakukan kesalahan mungkin dalam bisnis atau pekerjaan dan ia sudah terpuruk karena feeling guilty, mari kita tidak langsung mengguruinya dengan kata-kata yang tidak perlu, tetapi kita support dan tidak mengucilkannya.

Dan yang perlu kita ingat adalah apakah respon orang tersebut sudah tahu bahwa ia bersalah dan cukup merasa bersalah, itulah yang harus kita rangkul dan support, jangan kita jadi POLISI baginya tapi jadilah SOLUSI. 

Kamis, 30 Juni 2016

Perkataan


Amsal 18: 21                                                                                                                                   "Hidup mati dikuasai oleh lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya."



"Sepi nih perekonomian sekarang, dagang apa aja sepi .. Gua jual mobil sama percetakan juga sepi", kata seorang teman bermain futsal di lapangan. Lalu seorang teman yang satu lagi merespon, "ahh siapa bilang ?? Gua sih masih rame, barang-barang banyak yang pesen, lancar bisnis gua ". Ya kira-kira seperti itulah dia menjawab.

Padahal sebenarnya belum tentu bisnisnya benar-benar lancar, dia hanya tidak ingin ada kata negatif yang didengar sampai masuk ke pikirannya. Bahkan saat hendak bermain futsal, dia selalu menguatkan timnya bahwa mereka akan menang, dan mecoba katakan itu ke tim lawannya agar timnya tidak kalah sebelum bertanding, ya meskipun masih bisa kalah tapi setidaknya dia sudah menyebarkan energi positif dengan perkataannya. Dia selalu membalikkan perkataan negatif orang sekitarnya tentang kondisi yang ada, dia selalu mengusahakan kata positif meskipun kenyaataannya atau faktanya sedang buruk. Mungkin terdengar seperti sombong tapi ini berbeda dengan sombong, karena tidak ada maksud menyombongkan diri, hanya ingin ada energi positif untuk menatap masa depan. Hal ini pun terlihat dari bisnisnya yang maju yang dia rintis dari sebagai seorang salesman yang keliling-keliling naik motor. Dan teman saya ini bukanlah orang yang percaya Tuhan Yesus.

Hal yang dilakukan teman saya tersebut juga terus saya usahakan setiap hari. Saya tidak akan biarkan kata-kata negatif, keluhan-keluhan tentang situasi dari mulut orang lain , berita-berita buruk tentang kondisi pasar yang lesu, sikap-sikap negatif dari teman atau orang-orang terdekat membuat saya down. Ketika saya mendengarnya saya akan mengusahakan untuk membalikkannya dengan membicarakannya.

Miris rasanya sering mendengar orang-orang yang mengakui percaya Tuhan tapi yang keluar dari mulut bibirnya adalah kata keluhan, kata negatif, sakit hati, ketakutan karena situasi, tidak ada optimisme, tidak ada iman. Sering saya dengar memperkatakan kata-kata: "aduh susah, ahh ga mungkinlah, aduh kacau, habislah hidupku, mati aku, sepertinya mustahil, ga mungkin, zaman susah gini, aduh sakit-sakitan gue, aku tuh emang begini orangnya penakut, aku emang suka sakit-sakitan, dll ". Kata ini tidak hanya yang langsung keluar dari mulut tapi juga yang ditulis di status, karena perkataan kita itulah iman kita. Ya kan ???

Kalau sudah kondisinya buruk, sebaiknya tidak perlu lagi dibahas karena akan semakin memburuk di pikiran kita dan tubuh kita tanpa kita sadari. Kalau memang belum bisa mengatakan pembalikannya yaah setidaknya diam saja dengan tidak mengeluarkan kata negatif tersebut, tapi alangkah baiknya jika sudah bisa mengeluarkan kata yang positif untuk pembalikan. Soal kata ini sebenarnya adalah masalah kebiasaan. Bila sudah biasa mengatakan hal-hal negatif maka kata negatif yang keluar dari mulut tersebut kadang bisa secara tidak sadar dibicarakan, maka diperlukan kerja keras dan kekuatan Tuhan untuk mengubah kebiasaan buruk ini. Seperti yang saya sampaikan di atas tadi sebaiknya minimal belajar diam saja saat ingin mengatakan hal negatif tersebut. Saat level diam sudah terlewati, belajarlah katakan hal-hal positif saat kondisi sedang baik maupun tidak baik.

Contohnya seperti saat kondisi sedang tidak baik dan rasanya kita ingin sekali katakan keluhan-keluhan dan bercerita kepada orang lain dengan rasa mengasihani diri sendiri (bisa mengatakan langsung atau membuat status di sosial media), maka tahanlah mulut kita dan tahanlah keinginan untuk mengatakan atau membuat status di sosial media, lebih baik kita curhat dengan Tuhan dan meminta pertolongan. Karena dengan bicarakan hal-hal negatif tersebut tidak membuat kita lebih baik justru membuat kita lebih down , tidak semangat, galau, gelisah, intinya tidak 'membantu' sama sekali. Seperti satu ayat di Amsal 25:20 yang mengatakan, "orang yang menyanyikan nyanyian untuk hati yang sedih adalah seperti orang yang menanggalkan baju di musim dingin, dan seperti luka pada luka."

Setelah tidak pernah lagi 'menyanyikan nyanyian sedih', nah saatnya belajar perkataan hal-hal yang terdengar lebih baik. Saya ingat seorang kontak saat ada sesuatu yang sulit dia tidak mengatakannya "susah" atau "sulit" tapi yang dia katakan adalah "tidak mudah" atau "menantang", jadi dia tetap mengatakannya dan tidak perlu berbohong, dia hanya mengganti perkataannya dengan suatu kata yang lebih menguatkan. Coba saja rasakan bedanya kata "susah" dengan tidak mudah, kata "sulit" dengan "menantang", beda kann ... Contoh lainnya saat sedang sakit, kita bisa katakan "kurang fit". Saat dagangan lagi sepi, kita bisa katakan "lagi belum banyak orderan" atau mungkin ada kata yang lain yang setidaknya terdengar lebih baik.

Nah, saat sudah melewati tahap di atas, saatnya kita belajar membalikkan kondisi situasi yang kita alami dengan perkataan kita yang positif dengan iman sehingga jiwa kita jadi lebih kuat, kita lebih semangat dan percaya bahwa cepat atau lambat keadaan akan jadi lebih baik. Amin? Seperti: "aku akan sembuh dan akan mengalami mujizat sehinggamenjadi kesaksian", "aku akan mengalami terobosan-terobosan dalam BISNISKU dan Tuhan akan memulihkan BISNISKU bahkan akan jadi lebih besar dari sekarang", "keluargaku akan dipulihkan menjadi keluarga yang harmonis dan diberkati," aku diberkati dalam segalah hal dan aku akan bersukacita apapun yang terjadi Tuhan selalu besertaku ", dll.

Saya sendiri pun masih belajar terus dengan pelajaran yang satu ini, sempat jatuh tapi tetap belajar karena memang ini butuh proses sampai jadi sebuah kebiasaan. Kalau ditanya sudah d level mana ya saya memang sudah di pembalikkan tapi masih belum sering membalikkan, tapi untuk memperkatakan kata yang lebih baik saya sudah cukup biasa.
Jadi ingat, jangan biarkan mulut kita ini membuat hidup kita lebih buruk dengan memakainya jadi kutuk atas hidup kita sendiri atau orang lain, akan tetapi pakailah mulut kita ini untuk memperkatakan yang berkembang, memberkati, memperkuat, mendidik, dan memberikan Tuhan. Mari kita baca Yakobus 3: 1-12 untuk lebih menyegarkan roh kita tentang hal ini.


"Jangan katakan semua yang kau pikirkan, namun pikirkanlah semua yang akan kau katakan." 
- Pdt. Gilbert Lumoindong-



Jumat, 08 Januari 2016

"Buang Air"


Masih teringat jelas kejadian saat saya masih kelas 3 SMP dimana saya terpaksa harus meminta izin ke toilet untuk buang air kecil dengan guru Penjaskes (pendidikan jasmani dan kesehatan) alias guru olahraga yang terkenal cukup galak alias killer,  saat itu tidak seperti biasanya mata pelajaran olaharaga di dalam kelas. Karena sudah sangat kebelet jadi saya meminta izin, dan saat meminta izin saya di tanyakan pertanyaan yang aneh oleh guru saya.
Saya: “Pak minta izin”, dengan perasaan agak takut.
Guru: “Mau izin apa?”, dengan tatapan yang tidak menyenangkan.
Saya: “Izin ke belakang Pak”
Guru: “Ngapain ke belakang??”
Saya: “Buang air kecil Pak”
Guru: “Loh kenapa dibuang airnya? Saying dong dibuang”
Saya: “Karena sudah tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan bisa menjadi racun Pak kalau tidak dibuang”
Guru: “hehe, ya sudah sana!”
Saya: “makasih Pak”, saya masih terheran dan tak menyangka guru saya malah tertawa.

Saat itu saya tidak tahu bagaimana saya bisa mendadak menjawab seperti itu, tiba-tiba teringat pelajaran biologi mengenai urin dan feses, dan saya sangat bersyukur bahwa bisa mengingat hal tersebut saat sedang kebelet  dan sedikit takut dengan guru olahraga yang killer itu. Yah tapi itu memang benar bahwa kita harus buang air kecil dan air besar setiap hari supaya tidak menjadi sampah di tubuh kita dan akhirnya meracuni tubuh kita, kalau  ga percaya coba aja tahan pub selama 3 hari dan pip seharian. hehe…

Kalau secara tubuh saja kita perlu membuang bagian dari proses metabolism supaya tidak keracunan, apalagi secara rohani. Banyak dari kita yang terkadang tidak sadar ada banyak hal yang diproduksi secara rohani yang sebenarnya jika didiamkan atau tidak dibuang akan membuat keracunan secara rohani. Apakah itu?? Ya  tentu saja itu adalah sampah-sampah atau kotoran-kotoran rohani yang dihasilkan oleh hati yang kotor, yaitu seperti iri hati, dendam, benci, amarah, mementingkan diri sendiri, kepahitan, hawa nafsu, dll. Apabila kita membiarkan hal-hal tersebut diam di dalam rohani kita maka sama seperti hukum pada tubuh kita kotoran-kotoran atau hal-hal buruk tersebut akan menjadi racun bagi rohani kita. Jadi, seharusnya kita tidak lagi mempertahankan jika kita mengerti prinsip tersebut. Contohnya jika kita mempertahankan kepahitan di dalam hati kita, maka kita tidak sadar bahwa kita merasa hidup kita selalu pahit dan tidak bisa memandang orang lain dengan positif sehingga meracuni kehidupan kita dalam kehidupan sosial bahkan membuat kita sulit untuk maju dan bertumbuh dalam Tuhan. 

Saya sangat amat yakin banyak dari kita mengerti prinsip ini tetapi kita masih mempertahankannya karena kita masih mau meng-entertaint diri kita (kedagingan kita). Jadi, jangan biarkan ‘kotoran-kotoran’ yang harus dibuang itu mengganggu kesehatan rohani dan bahkan kesehatan jiwa dan tubuh kita juga.. Mari sama-sama kita “buang kotoran”… :D


God bless us!

Kamis, 18 September 2014

Terkejut

Hampir setiap hari saya memakai motor sebagai alat transportasi saya untuk kemana saja, yah walaupun jarak terjauh yang saya tempuh dengan motor adalah Cipanas Puncak. saya sangat menyukai berkendara motor kemana saja karena saat mengendarai motor entah bagaimana selalu mendapat inspirasi dan ide-ide baru, bahkan ada saja pelajaran yang di dapat saat mengendarai motor. Setelah sekian tahun mengendarai motor, ada hal saya pelajari mengenai menghadapi berbagai kondisi jalan, entah berlubang, rata, berbatu, lubang besar, banjir, macet, berlumpur, tanah basah, dll. Seperti salah satu tips berkendara saat macet yang pernah saya dengar di radio yaitu kita harus menyiapkan hati untuk kemungkinan adanya macet karena dengan menyiapkan hati untuk menghadapi macet tersebut kita akan lebih siap secara mental bahkan fisik dan tidak menguras tenaga kita untuk mengeluh maupun kesal. Jadi pada saat berkendara kita sudah harus selalu siap untuk kemungkinan macet tersebut. Tapi jika kita tidak siapkan hati kita untuk hal tersebut dengan berpikir dan berasumsi bahwa jalanan akan lancar jaya selalu, dan pada saat kita sedang santai-santainya melaju ternyata kemacetan lalu lintas ada depan kita maka kita akan tidak siap dan merasa kesal sehingga energi terkuras. Saya pernah merasakannya jadi saya mengerti apa yang dimaksudkan. Tentu saja trik menyiapkan hati selalu ini tidak hanya pada saat macet tapi pada saat akan menemukan jalanan yang rusak, banjir, berbatu, becek, dll tersebut sehingga kita lebih siap dan sanggup saat harus menghadapi kemungkinan-kemungkinan terseburuk tersebut tanpa mengeluh dan menyalahkan orang lain atau keadaan bahkan pemerintah.

Sebenarnya ini juga sama saat kita harus menjalani kehidupan ini, kita harus selalu siapkan hati kita untuk kemungkinan buruk bahkan yang terburuk sekalipun, Kita jangan hanya siap untuk keajaiban-keajaiban dan hal-hal baik yang tidak kita sangka. Kita harus selalu siap hal terburuk seperti ditinggal mati orang-orang terdekat kita, tiba-tiba harta kita ludes karena hal-hal yang sekejap, saat berjalan-jalan dompet hilang, bisnis bangkrut karena hal-hal yang tidak kita awasi atau hal-hal yang di luar kendali kita, kondisi alam berubah, kondisi ekonomi berubah drastis, kesehatan tiba-tiba memburuk padahal sudah jaga kesehatan, dll. Lain halnya jika kita sudah tahu apa yang akan terjadi maka kemungkinan besar hati kita sudah siap menghadapi yang akan terjadi. Dengan menyiapkan hati untuk hal-hal yang tidak tidak sangka apa pun itu, bukan berarti kita memikirkan atau bahkan mengimani hal-hal yang negatif tersebut, tapi kita hanya siapan mental dan hati supaya kita tidak terkejut dan mengakibatkan situasi bertambah tidak baik.

Jadi, persiapkanlah hati kita untuk segala kemungkinan entah yang terpikirkan oleh kita atau tidak, karena hidup ini selalu berubah-rubah. Caranya agar hati kita selalu siap dengan segala kemungkinan dalam hidup ini adalah dengan selalu bersandar kepada Tuhan, selalu memiliki sikap takut akan Tuhan, mengandalkan Tuhan dalam setiap tindak-tanduk kita, selalu dekat dengan-Nya sehingga hikmat dan berkat dari Tuhan senantiasa selalu ada di dalam hidup kita.
"Jikalau Engkau berbaring, engkau tidak akan terkejut, tetapi engkau akan berbaring dan tidur nyenyak. Janganlah takut kepada kejutan yang tiba-tiba, atau kepada kebinasaan orang fasik, bila itu datang. Karena TUHANlah yang akan menjadi sandaranmu, dan akan menghindarkan kakimu dari jerat." -Amsal 3: 24-26-
*cobalah baca keseluruhan Amsal 3.

God bless us..
Jesus be with us...
amen..!!

Rabu, 27 Agustus 2014

Kemasukan Solar

Suatu hari papi saya hendak mengisi bahan bakar untuk motornya di spbu terdekat rumah, entah bagaimana petugas spbu tersebut salah mengisi bahan bakarnya dengan solar padahal seharusnya bensin premium. Beruntung papi saya melihat dan menyadarkan si petugas. Karena kesalahan petugas tersebut, pimpinan spbu turun tangan untuk mengurus kesalahannya. Motor papi saya dikuras bahan bakar solarnya dan segera diisi bensin pertamax full tank tanpa harus bayar alias gratis dan kalau ada keluhan pada motor, papi saya boleh klaim service ke spbu itu. Beuntung motor bisa berfungsi dengan baik, dan papi saya senang juga dapat pertamax full tank gratis, tapi beberapa hari kemudian motornya mulai mogok dan mensinnya tidak bisa menyala lagi, terpaksa harus dibawa ke bengkel. Kenapa bisa terjadi mati mesin pada motor papi saya tersebut?? Karena mesin itu dirancang hanya menerima bahan bakar bensin bukan solar sehingga mempengaruhi kinerja mesin walaupun sempat dikuras dan diganti dengan bensin berkualitas tapi tetap saja solar tersebut sempat melintas di mesin.

Begitu juga dengan pikiran kita sebagai manusia, Tuhan tidak merancang isi pikiran kita dengan hal negatif seperti pikiran kotor, asumsi negatif terhadap orang lain, kekuatiran yang berlebihan, memikirkan perkataan negatif orang lain, dan sebagainya yang kita tahu mengenai pikiran negatif. Karena pada Filipi 4: 6-8 dikatakan jangan kita kuatir tentang apapun juga, kita harus memikirkan hal-hal yang baik (ayat 8), karena memang pikiran kita dirancang Tuhan untuk memikirkan hal-hal yang ada pada ayat 8 tersebut.

Maka dari itu pasti kita pernah melihat orang yg penuh pikiran negatif pasti (sudah jelas) orang tersebut tubuhnya dengan sendiri akan mudah masuk penyakit dan raut wajahnya tidak sedap dipandang bahkan rasanya kita juga agak segan untuk dekat dengannya. Ini sama dengan motor tadi yang tidak dirancang untuk diisi dengan solar, maka mesinnya akan rusak. Karena dari pikiran yang negatif maka perkataan dan tindakan kita juga dapat dipastikan menjadi negatif. Tuhan mau kita percaya padanya sepenuh hati dengan tidak kuatir dan memikirkan hal-hal yang baik sehingga kita pun menjadi berkat bagi orang sekitar kita dengan wajah yrang selalu berseri-seri, badan segar dan sehat, mata berbinar-binar dan selalu ada semangat dalam diri kita.

Ini mengingatkan saya pada Kaleb bin Yefune yang kisahnya ada di kitab Yosua. Kita tahu bahwa Kaleb bersama Yosua adalah dua orang dari 12 pengintai yang mengintai tanah Kanaan yang memberi kabar baik dan positif tentang Kanaan. Pada saat umurnya sudah 85 tahun ia mengatakan bahwa kekuatannya masih sama seperti 40 tahun yang lalu, ia masih sanggup berperang karena ia ingat bahwa Musa pernah menugaskannya untuk menaklukkan Hebron dan memberikannya kepadanya. Kalau dipikir-pikir, Kaleb itu kan sudah tua kok masih ngaku-ngaku kuat seperti 40 tahun lalu. Masa iyah sih?? Ternyata Kaleb bisa begitu karena dia hanya memikirkan perkara-perkara yang baik, dia yakin Tuhan akan memberi kemenangan kepadanya, dan dia juga memikirkan tanggung jawab yang diberikan Musa sebelum Musa wafat. Wow, luar biasa sekali opa Kaleb ini. Cerita lengkapnya di Yosua 14: 9-14.

Jadi, pikirkanlah hal-hal yang baik yang positif sehingga kita selalu bersemangat untuk hidup dalam kehendak Tuhan.

Jesus Christ bless us all..


Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. 
-Filipi 4: 8

Senin, 19 Agustus 2013

tua belum tentu bijak

Baru-baru ini kakak saya pulang kampung dengan istrinya, dan dia cerita pada saya bermacam-macam cerita di sana. Salah satunya adalah ketidaknyamanannya saat diantar dari airport oleh salah satu paman kami. Paman kami ini sering sekali membunyikan klakson dan marah-marah saat mengendarai mobil. Saya terkejut bahwasanya paman kami ini masih sama seperti dulu waktu kami masih kecil, perangainya masih belum berubah. Padahal umurnya sudah tidak muda lagi dan dia sudah pernah kena stroke ringan, dan itu membuat saya terheran-heran.

Dulu saya pikir bahwa orang yang sudah tua itu pasti bijaksana dengan bertambahnya uban di rambutnya, saya pikir mereka itu sabar-sabar dan pengertian. Ternyata saya salah total, usia tidak bisa menjadi tolak ukur kebijaksanaan dan kedewasaan seseorang karena saya juga sering lihat dan bertemu orang yang sudah tidak muda lagi masih suka respon dengan marah di jalan.

Mereka tidak berubah dari masa mudanya hingga masa tuanya tetap memelihara sifat-sifatnya yang negatif, inilah yang disebut orang bebal dalam Alkitab. Coba saja cari kata bebal di Alkitab khususnya kitab Amsal, banyak sekali ditemukan ayat tentang orang bebal. Salah satunya adalah "Orang bebal tidak suka kepada pengertian, hanya suka membeberkan isi hatinya." (Amsal 18 : 2).

Tentunya kita tidak ingin menjadi orang bebal yang susah diberitahu dan selalu membeberkan isi hatinya terus bukan?? Sebagai orang muda kita pun sudah harus belajar untuk tidak menjadi bebal, yaitu menjadi orang bijak dan berpengertian sehingga saat tuanya nanti kita benar-benar akan menjadikan orang lain merasa aman dan nyaman dekat kita karena kebijakan kita, dan tidak akan malu dengan umur. Jadiah bijak dengan belajar mengendalikan emosi, suka terhadap pengertian / nasihat, dan dekat dengan Tuhan.


GBUs..

Amsal 20:29
Hiasan orang muda ialah kekuatannya, dan keindahan orang tua ialah uban.

Minggu, 13 Januari 2013

KECANDUIN

"Ahhh... Saya Kuciwa sama kalian, masa cuma segini?", kata guru agama saya waktu saya masih SMA (SMK tepatnya). "Kuciwa itu tingkatannya lebih tinggi dari kecewa", lanjut katanya sambil tertawa. Yah kira-kira itulah maksud dari judul di atas, lebih parah dari kecanduan karena tidak disadari bahwa itu kecanduan.

Selama in apa saja yang kita anggap kecanduan?? Biasanya yang kita anggap kecanduan itu seperti: rokok, sex bebas, narkoba, pornografi, game on line, minuman beralkohol, masturbasi. Betul tidak?? Hmm, terlalu sempit kalau pikiran kita menganggap hanya hal-hal tersebut yang disebut dengan kecanduan. Saya kenal dengan beberapa orang yang kalau lagi stress atau sakit kepala pasti segera mencari obat, yang dimaksud obat di sini bukannya panadol atau paramex, tapi minuman harum yang bernama kopi. Ehhmm, emang nikmat minum kopi yang harum dan enak. Tapi kalau sedikit-sedikit kita minum kopi, apalagi kalau ada masalah, stress, sakit kepala, pusing, terus kita minum kopi, maka itu jadi gaya hidup dan kebiasaan, akhirnya tanpa disadari menjadi kecanduan, bahkan ga disadari bahwa itu kecanduan. "Ahhh kopi doang, ga apa-apa kali!" Yah itu adalah reaksi sebagian orang, tapi kalau sudah masuk ke tingkat kecanduan itu sih namanya sudah apa-apa. "Lah berarti kita juga kecanduan udara, kecanduan air donk, soalnya kita gunakan tiap hari!" Wah kalau sampe ada yang ngomong gitu sih berarti..... Ah sudahlah ga sah saya sebutkan. Yah air, dan udara itu namanya kebutuhan pokok kita supaya hidup, apakah hal-hal yang membuat kita kecanduan itu akan membuat kita mati kalau kita tidak memakai atau mengkonsumsinya?! Engga kan! Maksud kecanduan itu kita tidak benar-benar memerlukannya setiap hari, bahkan ada beberapa yang benar-benar tidak diperlukan.

Masih ada kecanduan-kecanduan yang terjadi tanpa kita sadari, contohnya: kecanduan nonton televisi, kecanduan mencium bau-bauan (entah bau lem, bau minyak angin, bau balsem, bau parfum, dll), kecanduan makanan tertentu yang ga dianggap bahaya (seperti makanan-makanan cepat saji), kecanduan dengan binatang-binatang peliharaan, kecanduan internet, kecanduan handphone, kecanduan minum minuman ringan, obat penenang, obat tidur,  dan lain-lainnya yang masih belum kita sadari. Mungkin aneh yah ada kecanduan seperti itu, tapi itu benar adanya. Kenapa kecanduan-kecanduan ini berbahaya? Hal-hal tersebut dapat menjauh kita dari Tuhan karena telah memperhamba kita. Hampir semua hal yang berasal dari suatu desakan maupun bersifat memperbudak adalah suatu bentuk kecanduan.Dan kecanduan itu bisa beraneka ragam. Dalam 1 Korintus 6: 12 Rasul Paulus berkata, "segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun."

"Ahh daripada saya melakukan hubungan sex bebas, kan mending saya notnon film porno aja dan masturbasi sendiri, kan parahan sex bebas." Wah kacau juga kalau begitu, hati-hati iblis bisa mengecoh kita dengan pemikiran seperti itu. "Daripada gua minum alkohol kan mending gua minum kopi aja buat melepas beban berat gua, en stress gua, ga alah donk!" Wah wah ini mah sama aja kayak pernyataan sebelumnya, cari-cari alasan untuk pembenaran diri. Segala bentuk kecanduan itu tidak baik bagi jasmani maupun rohani kita. Coba kita cari tau apa efek minum kopi setiap hari, pasti tidak baik. Memang betul kopi itu diminum sekali-kali baik buat kesehatan, tapi kan sekali-kali. "Terus kalau gua suka ngantuk gimana donk?? Kan terganggu kerjaan di kantor." Yah sekali-kali minum kopi sih ga masalah tapi kan bukan alasan buat hilangin ngantuk, kalau gitu sih solusinya yag tidurlah yang cukup.

Berhati-hatilah dengan jebakan iblis yang membuat kita mencari-cari alasan untuk membenarkan diri. Saya sendiri pernah seperti itu untuk membenarkan diri dari kecanduan. Dulu saya pernah suka sekali mencium bau-bauan balsem atau minyak angin. Setelah mengerti kebenaran, saya sadar bahwa hal itu tidak baik karena telah memperhamba. Kalau sehari tidak pegang balsem atau minyak angin, gimana gitu rasanya. Enggak beres ini!

Dari bhttp://kamusbahasaindonesia.org ditemukan bahwa kecanduan adalah kejangkitan suatu kegemaran (hingga lupa hal-hal yg lain). Nah loh! Dari seorang hamba Tuhan yang bernama Derek Prince yang sudah banyak memberkati bangsa-bangsa dengan bukunya, ia mendefinisikan kecanduan menurut Alkitab adalah seseorang dikatakan kecanduan apabila ia berada di bawah suatu kuasa yang tidak berguna. Saya percaya bahwa kecanduan berdasarkan pengertian itu hampir selalu dari setan, begitu katanya.

Ingatlah satu-satunya "kecanduan" yang terbaik adalah ketergantungan dengan Tuhan (Yeremia 17: 7-8; Mazmur 1), karena hanya bergantung dengan Tuhan saja "kecanduan" itu menjadi berkat bagi kita sendiri dan orang lain. Kita sama-sama belajar untuk peka apakah kita dalam suatu kecanduan atau tidak, dan terus bergantung hanya pada-Nya..

God always with us.