Rabu, 30 Maret 2011

Pegang Sumpit


Pasti ada yang bingung neh kenapa Judulnya pake kata "sumpit" segala, terus di atas juga ada gambar tahap-tahap cara belajar make sumpit yang benar. Apa maksudnya nehh..?? Hehe, mungkin ada yang tanya gitu. Okey, petama-tama, saya pengen tau ada ga yang tau n bisa megang sumpit yang benar?! Ayo coba angkat perutnya (kalo angkat tangan mah udah klise mending angkat perut, jadi kan ga kuno, sapa tau ada yang perutnya mancung,qiqiqi), hehehe…! Akh ga ada yang angkat, berarti pada ga tau neh..

Ehhmm, megang sumpit itu emang semua orang bisa, yah megang doang mah yah gampanglah. Tapi megang sumpit yang benar supaya dapat menyumpit dengan kuat dan rapi itu ga mudah. Liat kan gambar di atas? Kayaknya ribet kan?? Tapi itulah megang sumpit yang benar. Dulu waktu saya masih SMP kelas II (kalo sekarang bilangnya kelas VIII, wew jadi itung-itungin deh), saya pernah tinggal di rumah sodara saya selama setahun, dan di rumah sodara itu kadang-kadang kalo makan harus ada yang pake sumpit. Nah saya pernah diajarin pegang sumpit yang benar itu seperti gambar di atas, dan Papi saya juga pernah ajarin n membenarkan kalo itulah cara pegang sumpit yang benar. Saya diledek-ledekin ga bisa pegang sumpit yang benar karna sebagai keturunan Chinese (ada separohlah, separoh lagi Manado), harus bisa pegang sumpit yang benar, jangan sembarangan, maluw-maluwin ajah. Tau ga rasanya mesti pegang sumpit dengan cara yang benar itu gimana?!! Uuwwiiiichh, atit bo… Tangan pegel rasanya, bahkan sempet gemeteran waktu lagi belajar karna harus maksain megang seperti, padahal biasa megangnya lembek gitu yang semau gue tapi sedikit yang kesumpit. Tapi saya ga nyerah, saya paksain nih tangan kanan (yah tangan kanan lah, kan eike bukan kidal, fyi, hehe) megang sumpit dengan cara yang benar. Mungkin kira-kira 1 minggu smp 2 minggu gitu baru mantaph. Wah jangan-jangan ada yang bilang, “masa sesusah itu n selama itu seh.!?” Yah kan waktu itu saya masih dibilang anak kecil (pra remajalah, masih imut-imutnya) yang sudah terbiasa pegang sumpit ga jelas. Eits, tapi harga yang sudah dibayar sampe tangan gemetaran, jari ngilu-ngilu n pegal-pegal tidaklah sia-sia, becoz sejak saat itu saya mantaph memegang sumpit dan dapat menyumpit dengan kuat, ga pletat-pletot lagi, huehehehe.

Nah waktu SMA atau kuliah gitu (saya lupa persisnya), saya prihatin dengan teman saya (turunan Chinese juga, tulen malah), tapi megang sumpitnya pletat-pletot kayak saya dulu. Jadi saya ajarin dia, wah ternyata nyeri-nyeri juga dia harus belajar cara megang sumpit yang benar, apa lagi jari-jarinya emang rada kaku (tuh dia udah besar loh, bisa ajah susah!). Tapi saya salut dia mau belajar terus, mungkin karna terinspirasi oleh saya yang emang kalo megang sumpit mantap waktu makan bakmi, kwetiauw, bihun, cicongpan, pangsit, bakso, nasi goreng, es campur (eh ketiga terakhir makanan itu mah ga pake sumpit yah..?? xixixi, lebay..). Weits, tapi long time no see sama tuh teman (sohib), diasudah bisa megang sumpit dengan mantaph, tapi dia cerita emang pertama-tama nyeri-nyeri n pegel-pegel, tapi dia ga nyerah. Excelent! Keren dah! Saya pikir dia bakal nyerah. Sekarang kalo makan bakmi sama saya dia ga minder lagi sama saya (hehehe, kege-eran). Lain halnya dengan sahabat saya lainnya, saya sempet ajari dia pegang sumpit yang benar, dia sempat coba tapi karna susah n sakit waktu mencoba, dia kembali lagi megang sumpit pletat-pletot yang sudah bertahun-tahun dia jalani, saya suruh lagi coba, dia langsung nyerah lagi dan kembali lagi ke cara lama.

Apa sech pesan yang mau saya angkat?! Mungkin Anda sudah tau sedikit atau banyak maksud cerita sumpit di atas. Yah ini mengenai Zona Nyaman dan Zona Tantangan! Ada harga yang harus dibayar untuk menjadi kuat. Untuk punya jari-jari yang kuat dalam menyumpit, kita harus rela memaksakan diri memakai sumpit dengan cara yang benar, dan mencoba untuk ga pakai cara lama lagi yang pletat-pletot itu. Tapi kalo kita masih mau pake cara lama, yah tetep ga kuat megangnya, dan alakadarnya yang dapat disumpit. Betul ga!? Dulu sewaktu kecil saya adalah anak periang yang cengeng dan sedikit manja, bandel tapi cengeng, ga mau susah juga. Tapi seatu saat keluarga saya tertimpa musibah dan saya mau ga mau keluar dari zona nyaman sewaktu kecil, dan harus melewati masa-masa sulit sebagai anak kecil sampai remaja. Hal itu mengharuskan saya merubah sikap saya yang cengeng untuk menjadi lebih kuat, dan bahkan saat ini saya harus tinggal sendiri. Bayangkan kalao saya ga pernah keluar dari zona nyaman kemanjaan dan kecengengan itu, mungkin saya ga akan nulis ini. Sekarang saya yakin Tuhan punya rencana yang Luar Biasa untuk masa depan saya dengan Ia mengizinkan hal-hal yang ga enak itu saya alami, sekarang saya lebih kuat dari sebelumnya.

Alkisah ada seorang gembala muda, dia adalah anak bungsu dari delapan bersaudara. Di negerinya anak bungsu tidak terlalu dianggap. Dia sudah biasa harus mati-matian melindungi domba-dombanya dari binatang pemangsa seperti serigala, singa, bahkan beruang, dia biasa melawan binatang-binatang itu dengan senjatanya sendiri yang mirip dengan ketapel, yang pelurunya adalah batu. Lalu seatu hari rumahnya didatangi seseorang yang diutus Tuhan, diapun dibilang (dinubuatkan), bahkan diurapi jadi raja di negerinya seatu saat. Dia memulai karirnya di pemerintahan sebagai pembawa makanan bagi kakak-kakaknya yang menjadi prajurit. Sesampai di medan perang untuk membawa makanan, ia penasaran dengan apa yang terjadi dan dia sempat sedih karena bangsa lain menghina tentara-tentara negaranya. Lalu ia menghadap raja dan menyatakan akan ikut bergabung untuk mengalahkan jagoan bangsa lain itu yang menghina negerinya. Lawannya itu besar sekali badannya dan terkenal sebagai pendekar di medan perang karna perawakannya, tapi gembala ini tidak takut karna dia merasa Tuhan selalu menyertainya sesuai dengan pengalamannya melawan singan dan beruang sewaktu menggembalakan. Yah, dia pun mengalahkan raksasa yang bermulut besar itu dengan ketapelnya yang batunya diarakan ke dahinya si raksasa dan batu itu terbenam di dahinya, terus mati deh tuh raksasa. Anak ini dipuja-puji oleh rakyatnya dan menjadi prajurit, terus memenangkan peperangan. Bahkan ia lebih diagung-agungkan daripada rajanya, sampai akhirnya rajanya pun iri hati sampai ingin membunuhnya, tapi dia tidak merasa bersalah. Dia berlari-lari terus sebagai buronan pemerintahan padahal dia tidak tau persis apa salahnya di hadapan rajanya. Dalam pelariannya pun dia pernah dikhianati, harus memimpin orang-orang yang mengikutinya yang juga orang-orang yang “pesakitan” yang penuh kekecewaan dalam hidupnya. Tapi orang muda ini tetap teguh dalam Tuhannya. Singkat cerita raja yang ingin membunuhnya mati terbunuh di medan perang, dan ia pun jadi raja di negerinya itu, dan ia menjadi raja yang paling diagungkan dan diingat-ingat sampai sekarang di negerinya, bahkan namanya identik dengan bangsanya sampai sekarang, yaitu bangsa Israel.

Yah pasti kita sudah tau sapa tuh orang muda, dia adalah Daud. Raja Daud! Bayangin kalau Daud ga pernah jadi gembala yang harus lawan singa n beruang di padang rumput waktu gembalain domba-dombanya, apa iya dia berani lawan si Goliath (tentunya dengan mengingat pengalaman gembalanya itu, Daud ditolong Tuhan, bukan dengan kekuatannya sendiri)?! Kalau Tuhan ga izinkan Daud dikejar-kejar jadi buronan fitnahan, menderita di pelarian, apa iya dia bisa jadi raja yang begitu dibangga-banggakan bangsa Israel?! Bahkan Tuhan rancangkan Mesias lahir dari keturunan Daud.

Kita semua harus melewati yang namanya masa sulit dan kita tetap harus berpengharapan dan tetap tegap karna kita pasti akan jadi lebih kuat. Jangan bersedih bila kita harus melewati masa sulit. Memang benar kalau manusia itu seperti teh celup yang harus kena air panas baru deh sari tehnya keluar, ngerti kan??!

So, keluarlah dari kolam yang nyaman dan tidak ada arusnya itu, kita harus ketemu ombak agar terus “hidup”. Tau kan hanya ikan hidup yang berenang melawan arus..?? kalo kita tetep pake sumpit yang meletat-meletot gitu, yah ga ada kemaksimalan dalam menyumpit..

Harusnya ngerti yah…!

Semoga bisa jadi pedang bermata dua yang “menggores”, “mengorek”, dan “mengiris” hati pembaca dan penulisnya..

AMIN. God Bless U!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar